Hari mulai menggelap, hamburan awan pun berganti dengan taburan bintang-bintang yang selalu berkedip. Tetapi malam itu tak terlihat bulan yang mengintip. Lampu-lampu di jalan raya pun telah menyala dari 5 jam yang lalu. Diantara bising kota Jakarta aku berusaha memejamkan mataku. 30 menit berlalu. 45 menit berlalu. 2 jam berlalu. 3 jam pun berlalu begitu saja. Hingga pukul 1 dini hari aku tak dapat memejamkan mataku. Aku sungguh gelisah, besok adalah hari pertamaku masuk SMP. Mungkin pula karena itulah mengapa ku tak dapat menikmati beberapa hari terakhir ini. Aku pun mulai lapar. Tampaknya makanan yang kumakan semalam telah dicerna habis oleh perutku. Akhirnya kuputuskan saja untuk membongkar seisi lemari es yang ada di dapur.
“Jetek” lampu
dapur tiba-tiba menyala membutaku terkejut.
“Mamah. Membuatku
terkejut saja sih.” Celetukku kesal.
“Oalah kamu Meis.
Mama kira ada tikus kok gede banget bayangannya. Hehehe” canda mamah. “sedang
apa kamu kok dini hari beegini malah ngintip lemari es?” tanya mamah heran.
“Mamah. Bosen
banget nih jam sampai dini hari begini Meis belum juga bisa tidur Mah. Meis
deg-degan besok adalah hari pertama Meis masuk SMP.”
“Coba kamu minum
saja susu biar kamu bisa cepat tidur”
“Aah Mamah. Nanti
Meis jadi gendut. Tidak mau ah. Mamah dongengkan Meis dong.” Berusaha membujuk
ibunya.
“Kamu ini sudah
masuk SMP kok masih minta didongengkan, kamu itu bukan anak TK lagi sayang.”
“Yaah Mamah. Kalau
tidak didongengin kapan Meis bsa tidur. Kalau besok pagi Meis terlambat bangun
Mamah yag tanggungjawab lho yahh. Ayoo Mah, dongengkan Meis lagi.” Sambil
menyeret mamahnya memauki kamar. “Kalau Mamah tertidur di sini juga tidak
apa-apa kok Mah. Hehe”
Sejak aku kecil
tak pernah absen mamah selalu menceritakan dongeng kepadaku. Aku akan merengek
dan menangis apabila mamah menolak untuk melakukannya, apapun alasannya aku tak
peduli. Tetapi sejak aku masuk Sekolah Dasar aku mulai jarang diceritakan
dongeng oleh ibuku. Aku malu dengan teman-temanku karena hal tu mereka menyebutku
anak yang sangat manja. Aku menyadari kalau aku memang manja, mungkin juga
karena aku adalah anak tunggal. Oleh karena itulah aku juga sangat disayang
oleh kedua orangtuaku.
Ibuku adalah
seorang guru SD. Beliau memilih menjadi seorang guru SD karena beliau sangat
mencintai anak-anak, terlebih lagi beliau hanya memiliki satu anak, yaitu aku.
Dan ayahku bekerja sebagai pilot dan tingal di Kalimantan. Ayahku jarang sekali
pulang, aku mwnjadi kesepian tanpa kehadiran ayah setiap hari. Apalag mamahku, pasti
beliau sangat merasa kesepian.
“Kamu mau dongeng
apa sayang?” menawarkan pilihn cerita.
“Yang bagus-bagus
dong Mah”.
“Mau yang happy
ending apa yang unhappy ending nih”.
“Terserah Mamah
saja ah.”
“Ya oke deh kalau
begitu, jadi ending-nya Mamah rahasiakan kalau begitu
Di pagi hari pada
musim panas kakek Bang Fee Li telah
bersiap utuk mengayuh becak kesayangannya. Kakek Negri Tirai Bambu itu kini
berusia 74 tahun. Namun orang lain akan mengira ia berusia 60 tahunan
dikarenakan semangatnya yang tak pernah surut, dibandingkan dengan rekan
kerjanya yang kebanyakan berusia muda. Semangat yang tinggi itulah modal hidup
kakek Bang Fee Li. Ia hanya hidup sebatang kara, tetapi tak pernah terlintas
untuk mengemis atau menyulitkan orang lain. Ia tak memiliki istri, dan istrinya
pun telah meninggal saat melahirkan anaknya. Yang tak lama kemudian anaknya
meninggal pula.
Begitu lamanya ia
hidup sendiri dan kesepian. Namun ia tetap bertahan dengan kesepian itu. Untuk
menikah lagi ia merasa tak pantas, karena ia tidak memilikii harta berlebih.
Rumahnya pun sangat kecil, yang terdiri atas ruang tamu dan ruang tidur saja yang
sangat sempit. Makan pun ia tak pernah menginginkan yang enak-enak. Jika
penghasilannya hari itu berlebih, maka besok iya akan makan lebih banyak.
Tetapi jika penghasilannya kurang, ia akan mengurangi makanannya dan bila perlu
iya memungut makanan di tempat sampah.
Namun ia tak pernah mengeluhkan hidupnya. Ia terus mensyukuri hari-hari
yang Tuhan anugrahkan kepada diriya.
Hari itu kakek
Bang Fee Li sedang beruntung. Ia telah mengantar tiga penumpang. Saat tengah
duduk istirahat. Ia melihat anak kecil yang usianya 6 tahun sedang
mengaduk-aduk tong sampah.
“Hei Nak. Sedang
apa kamu?” Tanya kakek pada anak kecil itu. “ Apa kamu sedang mencari sesuatu?”
Anak itu pun menunduk
malu dan diam saja.
“Kamu sedang
mencari apa? Nanti biar Kakek bantu.” Kakek berusaha menawarkan bantuan.
“Terimakasih Kek.
Aku hanya ingin mencari makanan untukku dan kedua adikku saja.” Jawab anak
kecil itu dengan polosnya.
“Mencari makanan?
Di tempat sampah seperti ini? “ kakek menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ayah dan
ibumu dimana?”
Anak kecil itu pun
hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mau menjawab pertanyaan kakek.
“Oya nama kamu
siapa?
“Namaku Hang Geng Kek”.a
“Bolehkah Kakek
berkunjung melihat rumahmu. Kakek ingin melihat adik-adikmu. Kakek sudah dapat
rejeki banyak hari ini. Nanti Kakek belikan makanan untuk kamu dan adik-adikmu
ya.”
“Tidak usah Kek.
Aku tidak mau merepotkan Kakek. Ini juga sudah dapat makanan, dan ini cukup
untuk kami”.
“Itu tidak baik
untuk kalian. Kalian masih kecil, jadi harus makan makanan yang sehat dan
bergizi. Ayo Kakek antar dengan becak ini ke rumahmu, pasti sangat
menyenangkan.” Bujuk kakek sekali lagi. Anak kecil itu pun menurut begitu saja.
Hasil jerih payahnya
hari ini ia habiskan untuk membeli persediaan makanan yang enak untuk tiga anak
kecil yang berkakak-adik itu untuk. Ia merasa senang dan bahagia karena
kehadirannya berguna bagi anak-anak tersebut.
****
Selama beberapa
hari ini kakek merasa lebih bersemangat bekerja. Ia merasa mempunya keluarga
kecil, walaupun tidak tinggal bersama. Setiap harinya Kakek hanya mampu
membiayai kebutuhan makanan ketiga anak itu, dan tidak bisa lebih. Setiap hari
berlangsung seperti itu.
Sebulan telah
berlalu. Kakek merasa usahanya kurang tepat. Keesokan harinya Kakek dengan berat hati mengantarkan
ketiga kakak-beradik itu ke panti asuhan. Inilah pilhan yang tepat menurut
kakek. Mereka bertiga akan mendapatkan kehidupan yang lebih layak, dan
pendidikan yang baik pula. Tetap dengan demikian kakek tidak bisa bertemu
dengan mereka setiap hari. Karena panti asuhan memberi batasan terhadap orang
yang akan menjenguk anak asuhannya.
“Mulai sekarang
inilah rumah kalian, dan mereka yang
disini adalah saudara kalian. Jadi kalian harus rukun hidup bersama dan saling
menjaga satu sama lain.” Kakek menasihati.
Hang geng dan
kedua adiknya hanya bisa diam saja. Mereka masih bingung apa yang harus mereka
lakukan, aakah harus senang atau harus sedih.
“Kalian jangan
khawatir. Kakek akan menjenguk kalian ke sini setiap bulan dengan membawa
makanan yang kakian suka.” Rayu kakek kembali.
Ketiga kakak
beradik itu hanya bisa terdiam dan dengan mata yeng berkaca-kaca melepas
kepergian kakek meninggalkan mereka bertiga. Walaupun harus dengan kesedihan,
tetapi ini demi kebaikan mereka, hidup mereka akan terjamin, mereka akan
memiliki masa depan yang baik bila dibandingkan hidup bergantung hanya pada
kakek.
****
“Hallo anak-anak?” sapa kakek.
“Kakek. Kakek.
Kakek.” Jawab Hang Geng dan satu adiknya.
“Lho dimana adikmu
yang satu lagi?”
“Ooh dia sedan di
dalam Kek, sedang belajarn dengnan temannya”
“Ini Kakek bawa
makanan untuk kalian, dibagikan juga dengan teman kalian yang lain juga yah.”
“Iya Kek. Kakek
kami sanga merindukan Kakek disini. Apa tidak boleh kkalau Kakek tinggal disini
saja?”
“Kamu ini luc
sekali. Mana boleh ada kakek tinggal di panti asuhan. Kakek kan bukan anak
kecil lagi.”
“Tapi kan kakek
sudah tua. Kami ingin tinggal saja bersama Kakek.”
“Ingat kamu tidak
boleh manja, agar kamu bisa menjadi orang yang sesungguhnya. Kakek tidak
apa-apa tinggal diluar. Kakek tidak pernah mengeluh. Ya sudah kalian juga harus
belajar yang rajin. Ini sudah melebihi waktu kunjung kalian lho, nanti bisa-bisa
Kakek dimarahi kaeran relalu lama disini. Kakek pulang dulu ya. Jaga diri
kalian.”
Dan mereka pun
akhirnya berpisah. Tak lupa kakek menitipkan beberapa uang untuk anti asuhan
itu. Kakek merasa senang dan bahagia melihat mereka tumbuh dengan baik. Kakek
juga merasa senang mereka mendapatkan tempat berlindung yang baik.
“Hei Kakek senag
sekali kelihatannya kau hari ini? Tanya We Huu teman kerjanya.
“Haahaha.. tidak
kok anak muda. Biasa saja.” Sambil menelan makanan dengan nikmatnya.
“Apa kau tidak
takut sakit perut makan dari tong sampah seperti itu?” mulai merasa iba. “ Yang
kutahu kau mendapatkan banyak uang akhir-akhir ini. Tapi makananmu selalu dari
tong sampah?”
“Ini juga sudah
sangat enak. Apa kamu tahu mengapa aku sangat bahagia hari ini? Aku sudah
bertemu dengan anak-anak kecil itu di panti asuhan.”berceritadengan bangganya.
“Hanya itu?”
“Tentu saja aku
menitipkan beberapa uang sisa yang aku miliki kepada pemilik panti itu.”
“Mengapa kau
melakukan itu, sedangkan kau hanya bisa makan dari makanan sisa seperti ini
Kek? Baju pun kau tak punya.”
Kakek tesenyum.
“Lalu apa yang kta
harapan anak muda? Kesenangan bukanlah diukur dari banyaknya benda yang kita
miliki. Tapi dari hasil kita untuk menyenangkan orang lain. Aku ini sudah
sangat tua. Tubuhku ini tidak perlu makanan yang enak untuk tumbuh lagi menjadi
besar dan kuat. Aku pun tidak memerlukan baju yang bagus untuk jalan-jalan
karena aku tidak akan diperhatikan orang-rang kalau bajuku sejelek ini, jadi
aku cukup saja ambil dari tempat sampah. Hehehe.” Jawab kakek dengan santainya.
****
Sejak saat itu
setiap sebulan atau dua bulan kakek
menjengukpanti asuhan tersebut. Melihat mereka tumbuh besar dan dewasa. Dan ia
semakin terkenal oleh seuruh anggota di panti.
Dan tak terasa 15
tahun lamanya kakek melakukan hal itu. Kakek bertambah semakin tua dan renta.
Ditahun yang ke-15 ini kakek datang dengan diantar tetangganya ke panti.
“Pak. Saya titpkan
uang ini untuk panti ini. Walaupun jumlahnya tidak banyak, saya harap uang ini
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Saya sudah merasa tidak sanggup lagi bekerja
sebagai tukang becak. Itu sangat berat untuk orang seusia saya. Hehehe. Jadi
mungkin ini adalah uang terakhir yang bisa saya titipkan. Seandainya bisa lebih
banyak lagi yang bisa saya berikan. Dan seandainya saya masih muda dan lebih
kaya.” Kakek tersenyum.
“Kakek saya sangat
berterimakasih kepada Kakek atas jasa Kakek selama ini. Kakek sungguh berjasa
untuk kami. Kami akan selalu merindukan Kakek. Kalau masalah uang kami tidak
pernah berhara lebih. Kepedulian Kakek terhadap kami, itu sudah sangat
menyentuh hati kami. Kami doakan Kakek sehat selalu. Sekali lagi kami sangat
berterimakasih Kek.” Kata ketua panti itu dengan meneteskan air mata.
“Iya. Saya harap
usia saya masih panjang. Dan masih bisa menunjungi tempat ini lagi suatu saat.”
Hari itu kakek
berpamitan dengan seluruh anggota panti. Semuanya merasa sangat sedih
mengetahui kakek merasa tak mampu lagi untuk datang ke panti. Hal itu bukan
dikarenakan mereka masih mengharapkan sumbangan-sumbangan dari kakek. Tetapi,
karena mereka merasa kakek sudah menjadi sangat tua, dan menyera pada hidupnya.
****
Lima bulan setelah
berpamitan ke panti kakek dimasukkan ke rumah sakit dengan di antar oleh para
tetangganya. Tak disanga-sangka kakek yang berhati mulia itu terserang kanker
paru-paru. Kakek terlihat sangat lemah. Tubuhnya pun hanya tulang berbalut
kulit saja. Staf panti asuhan beserta
beberap anak panti ikut berkunuung ke rumah sakit. Tetangganya dan ketua panti
bersepakat untuk membantu biaya perawatan rumah sakit kakek. Mereka
menginginkan kesembuhan kakek, walaupun kesempatan untuk sembuh sangat sedikit.
Hanya beberapa
hari saja setelah masuk rumah sakit. Kakek dikabarkan telah meninggal dunia.
Seluruh orang yang mengenalnya terkejut dan sedih. Akhirnya keesokan harinya
diadakan upacara pemakaman yang dihadiri oleh banyak sekali orang. Tak heran
banyaknya orang hampit mebanjiri tempat upacara pemakaman. Karena kakek
orangnya sangat ramah, lucu terlebih lagi sifat tolong menolongnya membuat
semua orang mengenal dan menyukainya.
****
“Ya itulah cerita
kakek Bang Fee Li yang memiliki hati besar dan selalu menolong orang lain juga
tidak pernah mengeluhkan kehidupannya. Kamu juga haru s bisa mencontoh hal-hal
baik dari kakek itu Meis. Apa sekarang kamu sudah tidur.” Mamah mengakhiri
cerita.
Meis tak menjawab.
“Hmm rupanya kamu
sudah terlelap tidur ya. Y sudahlah selamat tidur anakku.” Sambil menyelimuti
Meis dan segera meninggalkan kamar Meis.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar