Senin, 04 Mei 2015

Dongeng Tengah Malam

           
Hari mulai menggelap, hamburan awan pun berganti dengan taburan bintang-bintang yang selalu berkedip. Tetapi malam itu tak terlihat bulan yang mengintip. Lampu-lampu di jalan raya pun telah menyala dari 5 jam yang lalu. Diantara bising kota Jakarta aku berusaha memejamkan mataku. 30 menit berlalu. 45 menit berlalu. 2 jam berlalu. 3 jam pun berlalu begitu saja. Hingga pukul 1 dini hari aku tak dapat memejamkan mataku. Aku sungguh gelisah, besok adalah hari pertamaku masuk SMP. Mungkin pula karena itulah mengapa ku tak dapat menikmati beberapa hari terakhir ini. Aku pun mulai lapar. Tampaknya makanan yang kumakan semalam telah dicerna habis oleh perutku. Akhirnya kuputuskan saja untuk membongkar seisi lemari es yang ada di dapur.
            “Jetek” lampu dapur tiba-tiba menyala membutaku terkejut.
            “Mamah. Membuatku terkejut saja sih.” Celetukku kesal.
            “Oalah kamu Meis.
Mama kira ada tikus kok gede banget bayangannya. Hehehe” canda mamah. “sedang apa kamu kok dini hari beegini malah ngintip lemari es?” tanya mamah heran.
            “Mamah. Bosen banget nih jam sampai dini hari begini Meis belum juga bisa tidur Mah. Meis deg-degan besok adalah hari pertama Meis masuk SMP.”
            “Coba kamu minum saja susu biar kamu bisa cepat tidur”
            “Aah Mamah. Nanti Meis jadi gendut. Tidak mau ah. Mamah dongengkan Meis dong.” Berusaha membujuk ibunya.
            “Kamu ini sudah masuk SMP kok masih minta didongengkan, kamu itu bukan anak TK lagi sayang.”
            “Yaah Mamah. Kalau tidak didongengin kapan Meis bsa tidur. Kalau besok pagi Meis terlambat bangun Mamah yag tanggungjawab lho yahh. Ayoo Mah, dongengkan Meis lagi.” Sambil menyeret mamahnya memauki kamar. “Kalau Mamah tertidur di sini juga tidak apa-apa kok Mah. Hehe”
            Sejak aku kecil tak pernah absen mamah selalu menceritakan dongeng kepadaku. Aku akan merengek dan menangis apabila mamah menolak untuk melakukannya, apapun alasannya aku tak peduli. Tetapi sejak aku masuk Sekolah Dasar aku mulai jarang diceritakan dongeng oleh ibuku. Aku malu dengan teman-temanku karena hal tu mereka menyebutku anak yang sangat manja. Aku menyadari kalau aku memang manja, mungkin juga karena aku adalah anak tunggal. Oleh karena itulah aku juga sangat disayang oleh kedua orangtuaku.
            Ibuku adalah seorang guru SD. Beliau memilih menjadi seorang guru SD karena beliau sangat mencintai anak-anak, terlebih lagi beliau hanya memiliki satu anak, yaitu aku. Dan ayahku bekerja sebagai pilot dan tingal di Kalimantan. Ayahku jarang sekali pulang, aku mwnjadi kesepian tanpa kehadiran ayah setiap hari. Apalag mamahku, pasti beliau sangat merasa kesepian.
            “Kamu mau dongeng apa sayang?” menawarkan pilihn cerita.
            “Yang bagus-bagus dong Mah”.
            “Mau yang happy ending apa yang unhappy ending nih”.
            “Terserah Mamah saja ah.”
            “Ya oke deh kalau begitu, jadi ending-nya Mamah rahasiakan kalau begitu
            Di pagi hari pada musim panas kakek Bang Fee Li  telah bersiap utuk mengayuh becak kesayangannya. Kakek Negri Tirai Bambu itu kini berusia 74 tahun. Namun orang lain akan mengira ia berusia 60 tahunan dikarenakan semangatnya yang tak pernah surut, dibandingkan dengan rekan kerjanya yang kebanyakan berusia muda. Semangat yang tinggi itulah modal hidup kakek Bang Fee Li. Ia hanya hidup sebatang kara, tetapi tak pernah terlintas untuk mengemis atau menyulitkan orang lain. Ia tak memiliki istri, dan istrinya pun telah meninggal saat melahirkan anaknya. Yang tak lama kemudian anaknya meninggal pula.
            Begitu lamanya ia hidup sendiri dan kesepian. Namun ia tetap bertahan dengan kesepian itu. Untuk menikah lagi ia merasa tak pantas, karena ia tidak memilikii harta berlebih. Rumahnya pun sangat kecil, yang terdiri atas ruang tamu dan ruang tidur saja yang sangat sempit. Makan pun ia tak pernah menginginkan yang enak-enak. Jika penghasilannya hari itu berlebih, maka besok iya akan makan lebih banyak. Tetapi jika penghasilannya kurang, ia akan mengurangi makanannya dan bila perlu iya memungut makanan di tempat sampah.  Namun ia tak pernah mengeluhkan hidupnya. Ia terus mensyukuri hari-hari yang Tuhan anugrahkan kepada diriya.
            Hari itu kakek Bang Fee Li sedang beruntung. Ia telah mengantar tiga penumpang. Saat tengah duduk istirahat. Ia melihat anak kecil yang usianya 6 tahun sedang mengaduk-aduk tong sampah.
            “Hei Nak. Sedang apa kamu?” Tanya kakek pada anak kecil itu. “ Apa kamu sedang mencari sesuatu?”
            Anak itu pun menunduk malu dan diam saja.
            “Kamu sedang mencari apa? Nanti biar Kakek bantu.” Kakek berusaha menawarkan bantuan.
            “Terimakasih Kek. Aku hanya ingin mencari makanan untukku dan kedua adikku saja.” Jawab anak kecil itu dengan polosnya.
            “Mencari makanan? Di tempat sampah seperti ini? “ kakek menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ayah dan ibumu dimana?”
            Anak kecil itu pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mau menjawab pertanyaan kakek.
            “Oya nama kamu siapa?
            “Namaku Hang Geng Kek”.a
            “Bolehkah Kakek berkunjung melihat rumahmu. Kakek ingin melihat adik-adikmu. Kakek sudah dapat rejeki banyak hari ini. Nanti Kakek belikan makanan untuk kamu dan adik-adikmu ya.”
            “Tidak usah Kek. Aku tidak mau merepotkan Kakek. Ini juga sudah dapat makanan, dan ini cukup untuk kami”.
            “Itu tidak baik untuk kalian. Kalian masih kecil, jadi harus makan makanan yang sehat dan bergizi. Ayo Kakek antar dengan becak ini ke rumahmu, pasti sangat menyenangkan.” Bujuk kakek sekali lagi. Anak kecil itu pun menurut begitu saja.
            Hasil jerih payahnya hari ini ia habiskan untuk membeli persediaan makanan yang enak untuk tiga anak kecil yang berkakak-adik itu untuk. Ia merasa senang dan bahagia karena kehadirannya berguna bagi anak-anak tersebut.
****
            Selama beberapa hari ini kakek merasa lebih bersemangat bekerja. Ia merasa mempunya keluarga kecil, walaupun tidak tinggal bersama. Setiap harinya Kakek hanya mampu membiayai kebutuhan makanan ketiga anak itu, dan tidak bisa lebih. Setiap hari berlangsung seperti itu.
            Sebulan telah berlalu. Kakek merasa usahanya kurang tepat. Keesokan  harinya Kakek dengan berat hati mengantarkan ketiga kakak-beradik itu ke panti asuhan. Inilah pilhan yang tepat menurut kakek. Mereka bertiga akan mendapatkan kehidupan yang lebih layak, dan pendidikan yang baik pula. Tetap dengan demikian kakek tidak bisa bertemu dengan mereka setiap hari. Karena panti asuhan memberi batasan terhadap orang yang akan menjenguk anak asuhannya.
            “Mulai sekarang inilah rumah kalian, dan  mereka yang disini adalah saudara kalian. Jadi kalian harus rukun hidup bersama dan saling menjaga satu sama lain.” Kakek menasihati.
            Hang geng dan kedua adiknya hanya bisa diam saja. Mereka masih bingung apa yang harus mereka lakukan, aakah harus senang atau harus sedih.
            “Kalian jangan khawatir. Kakek akan menjenguk kalian ke sini setiap bulan dengan membawa makanan yang kakian suka.” Rayu kakek kembali.
            Ketiga kakak beradik itu hanya bisa terdiam dan dengan mata yeng berkaca-kaca melepas kepergian kakek meninggalkan mereka bertiga. Walaupun harus dengan kesedihan, tetapi ini demi kebaikan mereka, hidup mereka akan terjamin, mereka akan memiliki masa depan yang baik bila dibandingkan hidup bergantung hanya pada kakek.
****
            “Hallo anak-anak?” sapa kakek.
            “Kakek. Kakek. Kakek.” Jawab Hang Geng dan satu adiknya.
            “Lho dimana adikmu yang satu lagi?”
            “Ooh dia sedan di dalam Kek, sedang belajarn dengnan temannya”
            “Ini Kakek bawa makanan untuk kalian, dibagikan juga dengan teman kalian yang lain juga yah.”
            “Iya Kek. Kakek kami sanga merindukan Kakek disini. Apa tidak boleh kkalau Kakek tinggal disini saja?”
            “Kamu ini luc sekali. Mana boleh ada kakek tinggal di panti asuhan. Kakek kan bukan anak kecil lagi.”
            “Tapi kan kakek sudah tua. Kami ingin tinggal saja bersama Kakek.”
            “Ingat kamu tidak boleh manja, agar kamu bisa menjadi orang yang sesungguhnya. Kakek tidak apa-apa tinggal diluar. Kakek tidak pernah mengeluh. Ya sudah kalian juga harus belajar yang rajin. Ini sudah melebihi waktu kunjung kalian lho, nanti bisa-bisa Kakek dimarahi kaeran relalu lama disini. Kakek pulang dulu ya. Jaga diri kalian.”
            Dan mereka pun akhirnya berpisah. Tak lupa kakek menitipkan beberapa uang untuk anti asuhan itu. Kakek merasa senang dan bahagia melihat mereka tumbuh dengan baik. Kakek juga merasa senang mereka mendapatkan tempat berlindung yang baik.
            “Hei Kakek senag sekali kelihatannya kau hari ini? Tanya We Huu teman kerjanya.
            “Haahaha.. tidak kok anak muda. Biasa saja.” Sambil menelan makanan dengan nikmatnya.
            “Apa kau tidak takut sakit perut makan dari tong sampah seperti itu?” mulai merasa iba. “ Yang kutahu kau mendapatkan banyak uang akhir-akhir ini. Tapi makananmu selalu dari tong sampah?”
            “Ini juga sudah sangat enak. Apa kamu tahu mengapa aku sangat bahagia hari ini? Aku sudah bertemu dengan anak-anak kecil itu di panti asuhan.”berceritadengan bangganya.
            “Hanya itu?”
            “Tentu saja aku menitipkan beberapa uang sisa yang aku miliki kepada pemilik panti itu.”
            “Mengapa kau melakukan itu, sedangkan kau hanya bisa makan dari makanan sisa seperti ini Kek? Baju pun kau tak punya.”
            Kakek tesenyum.
            “Lalu apa yang kta harapan anak muda? Kesenangan bukanlah diukur dari banyaknya benda yang kita miliki. Tapi dari hasil kita untuk menyenangkan orang lain. Aku ini sudah sangat tua. Tubuhku ini tidak perlu makanan yang enak untuk tumbuh lagi menjadi besar dan kuat. Aku pun tidak memerlukan baju yang bagus untuk jalan-jalan karena aku tidak akan diperhatikan orang-rang kalau bajuku sejelek ini, jadi aku cukup saja ambil dari tempat sampah. Hehehe.” Jawab kakek dengan santainya.
****
            Sejak saat itu setiap sebulan atau dua bulan  kakek menjengukpanti asuhan tersebut. Melihat mereka tumbuh besar dan dewasa. Dan ia semakin terkenal oleh seuruh anggota di panti.
            Dan tak terasa 15 tahun lamanya kakek melakukan hal itu. Kakek bertambah semakin tua dan renta. Ditahun yang ke-15 ini kakek datang dengan diantar  tetangganya ke panti.
            “Pak. Saya titpkan uang ini untuk panti ini. Walaupun jumlahnya tidak banyak, saya harap uang ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Saya sudah merasa tidak sanggup lagi bekerja sebagai tukang becak. Itu sangat berat untuk orang seusia saya. Hehehe. Jadi mungkin ini adalah uang terakhir yang bisa saya titipkan. Seandainya bisa lebih banyak lagi yang bisa saya berikan. Dan seandainya saya masih muda dan lebih kaya.” Kakek tersenyum.
            “Kakek saya sangat berterimakasih kepada Kakek atas jasa Kakek selama ini. Kakek sungguh berjasa untuk kami. Kami akan selalu merindukan Kakek. Kalau masalah uang kami tidak pernah berhara lebih. Kepedulian Kakek terhadap kami, itu sudah sangat menyentuh hati kami. Kami doakan Kakek sehat selalu. Sekali lagi kami sangat berterimakasih Kek.” Kata ketua panti itu dengan meneteskan air mata.
            “Iya. Saya harap usia saya masih panjang. Dan masih bisa menunjungi tempat ini lagi suatu saat.”
            Hari itu kakek berpamitan dengan seluruh anggota panti. Semuanya merasa sangat sedih mengetahui kakek merasa tak mampu lagi untuk datang ke panti. Hal itu bukan dikarenakan mereka masih mengharapkan sumbangan-sumbangan dari kakek. Tetapi, karena mereka merasa kakek sudah menjadi sangat tua, dan menyera pada hidupnya.
****
            Lima bulan setelah berpamitan ke panti kakek dimasukkan ke rumah sakit dengan di antar oleh para tetangganya. Tak disanga-sangka kakek yang berhati mulia itu terserang kanker paru-paru. Kakek terlihat sangat lemah. Tubuhnya pun hanya tulang berbalut kulit saja. Staf  panti asuhan beserta beberap anak panti ikut berkunuung ke rumah sakit. Tetangganya dan ketua panti bersepakat untuk membantu biaya perawatan rumah sakit kakek. Mereka menginginkan kesembuhan kakek, walaupun kesempatan untuk sembuh sangat sedikit.
            Hanya beberapa hari saja setelah masuk rumah sakit. Kakek dikabarkan telah meninggal dunia. Seluruh orang yang mengenalnya terkejut dan sedih. Akhirnya keesokan harinya diadakan upacara pemakaman yang dihadiri oleh banyak sekali orang. Tak heran banyaknya orang hampit mebanjiri tempat upacara pemakaman. Karena kakek orangnya sangat ramah, lucu terlebih lagi sifat tolong menolongnya membuat semua orang mengenal dan menyukainya.
****
            “Ya itulah cerita kakek Bang Fee Li yang memiliki hati besar dan selalu menolong orang lain juga tidak pernah mengeluhkan kehidupannya. Kamu juga haru s bisa mencontoh hal-hal baik dari kakek itu Meis. Apa sekarang kamu sudah tidur.” Mamah mengakhiri cerita.
            Meis tak menjawab.
            “Hmm rupanya kamu sudah terlelap tidur ya. Y sudahlah selamat tidur anakku.” Sambil menyelimuti Meis dan segera meninggalkan kamar Meis.



TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar