Karya : Witri Andriyani
BABAK 1
Pagi yang dingin menerkam daging. Bau sampah-sampah yang berserakan
menusuk-nusuk hidung yang membasah. Pagi itu tak secerah biasanya, berkabut
tebal. Ratih pun terbangun dari mimpinya dan menggigil tak tahan kedinginan. Selimutnya
yang terbuat dari lapisan-lapisan koran tak mampu melindunginya dari dinginnya
pagi ini. Gadis belia 13 tahun itu pun mulai terbiasa dengan keadaan ini.
Satpam : Heh bocah. Ini sudah siang ayo cepat bangun dan pergi! (usir seorang satpam penjaga toko)
Ratih : (membangunkan
tubuhnya yang masih terasa lemas dan kaku).
Satpam : Ayo pergi bocah kecil! Cari kerja saja sana sana! Datang ke
kota malah untuk menggelandang. Kalau tidak bisa bekerja, pulang saja ke kampungmu
itu, cari ibumu.
Tanpa pikir panjang lagi Risna
langsung saja pergi meninggalkan satpam itu. Ia juga merasa kesal dengan ocehan
satpam itu yang tak tahu hal yang sebenarnya.
Risna : Ya Alloh. Sampai kapan aku terus menggelandang seperti
ini. Kapan ini semua akan berakhir. Aku pun tidak tahu apakah hari esok aku
bisa makan atau tidak. Hari ini aku dapat makan atau tidak saja aku tidak tahu.
Sinar terik siang itu, menyapu
seluruh kabut, terlihatlah semua gedung-gedung pencakar langit yang
menjulang-julang seperti tak tampak di mana ujungnya. Sejak kemarin sampai
siang itu Ratih belum juga mendapatkan makanan. Tubuhnya yanng kurus, berjalan
layu di antara trotoar-trotoar yang dipenuhi para penjual kaki lima. Perutnya
yang sedari pagi bergejolak kini tak lagi dihiraukannya. Ia terus saja berjalan
berjalan dan berjalan tanpa arah dan tujuan, tatapannya pun terlihat kosong.
Risna : (menyebrang jalan.
Tiba-tiba . . . )
CCIIIIITTT GUUBBBRRAAKK!!!