Dikisahkan perjalanan seorang pemuda penggembala bernama Santiago dari Andalusia dalam mewujudkan legenda pribadinya yaitu mencari harta karun di dekat piramida di Mesir. Ketika ia sedang tidur di bawah pohon di Andalusia, ia bermimpi tentang perjalannya ke piramida Mesir dan mendapatkan harta karun. Demi mewujudkan impiannya dari Eropa ia menyebrang ke Afrika.
Dalam
perjalanannya, Santiago menemui banyak hambatan yang sempat membuat dirinya
gentar. Perjalanannya ke piramida harus melewati gurun dan dalam novel ini
gurun melambangkan cobaan yang harus dilalui dalam meraih cita-cita.
Ia sempat
tertipu dan kehabisan uang, terjebak dalam perang antar suku di gurun, kudanya
disita dan ia pun sempat ditahan oleh orang-orang gurun dan bertemu para
perompak di Mesir.
Tetapi
hambatan dan godaan-godaan itu sebenarnya juga datang dari dirinya sendiri. Ia
hampir tergoda untuk mengurungkan niatnya dan kembali ke Andalusia. Atas
anjuran si penjual kristal ia pun kembali mengajar mimpinya. Santiago juga
hampir tergoda untuk pulang kembali ke Andalusia serta tidak melanjutkan
perjuangannya ketika ia merasakan kenyamanan di daerah oase dan bertemu dengan
gadis gurun.
Di
akhir cerita, Santiago mewujudkan mimpinya sampai di piramida di Mesir. Tapi ia
tak menemukan harta itu di sana. Ti tempat itu ia malah dirampok. Pemimpin
perampok menertawakannya ketika Santiago menceritakan mimpinya. Pemimpin
perampok itu pun bercerita bahwa ia pun bermimpi menemukan harta karun di
sebuah pohon di Andalusia. Santiago pun kembali ke Andalusia dan menemukan
harta karun yang terpendam di bawah pohon sycamore, tempat ia biasa
menggembala.
Karakter-karakter yang ada pada lakon sandiwara
ini boleh dibilang karakter nyata tentang kaum yang tersingkir, yaitu
orang-orang desa keberadaan mereka dilingkungan kota. Nasib yang mengharuskan
bahkan mungkin memaksa mereka untuk pergi dari desa yang telah diubah oleh
orang-orang yang hanya memikirkan diri sendiri.
Naskah ini menceritakan penderitaan yang harus
ditanggung oleh kaum tersingkir seperti disebut diatas (disini ditokohkan oleh
Suami dan Istri). Mereka harus rela meninggalkan desa tempat mereka tinggal untuk
bertransmigrasi karena desa yang mereka tempati akan digarap dan diubah menjadi
lahan industri. Mungkin karena tempat dimana mereka ditransmigrasikan tidak
memberikan mereka kehidupan yang layak, mereka akhirnya melarikan diri dari
tempat transmigrasi tersebut untuk pergi ke kota besar (seperti misalnya
Jakarta). Mereka menaruh harapan besar pada kota Jakarta. Namun Jakarta berkata
lain, mereka kehilangan satu-satunya anak mereka yang masih bayi. Hal tersebut
tidak sengaja dilakukan oleh salah satu dari tiga orang tukang sampah kotamadya
yaitu oleh Tukang sampah I.
Disaat mereka kebingungan karena telah kehilangan
satu-satunya harta yang mereka miliki yaitu anak mereka, mereka berada dalam
keputus asaan yang sangat mendalam hingga akhirnya mereka memutuskan untuk
bunuh diri karena tidak kuat menghadapi kenyataan hidup yang pahit yang harus
mereka hadapi. Sang suami pun akhirnya mencari cara untuk bunuh diri dan dia
pun mencari bahkan mencuri pisau dari para karateka. Ternyata pisau yang ia
curi adalah pisau-pisauan untuk demonstrasi para karateka. Singkat cerita
mereka dibunuh oleh para karateka secara tidak sengaja karena terlalu keras
saat mengeroyok mereka dengan tangan kosong. Akhirnya mereka mati dan kemudian
ditinggal oleh para karateka yang telah membunuh mereka. Salah seorang karateka
tersebut beranggapan bahwa ia dan kawanannya telah mengamalkan ilmu yang mereka
pelajari untuk kebenaran.
Tak lama berselang para tukang sampah kotamadya
kembali ke tempat tersebut dan mencari sepasang suami istri itu. Yang mereka
temukan ternyata hanya mayatnya, mereka pun berdebat tentang masalah bayi yang
mereka bawa secara tidak sengaja. Dalam perdebatan tersebut muncullah roh suami
dan istri yaitu orang tua dari bayi tersebut. Perdebatan pun kembali berlangsung
dengan tambahan dua anggota yaitu roh suami dan roh istri, mereka membicarakan
keputusan tentang bayi tersebut apakah harus dibunuh atau diadopsi oleh para
tukang sampah. Ditengah perdebatan tersebut, muncul lagi dua roh yaitu roh
seorang pemain sandiwara rakyat dan roh seorang mahasiswa perguruan tinggi seni
drama. Mereka mengira bahwa roh pemain sandiwara rakyat tersebut adalah
malaikat karena ia berjubah seperti malaikat dan bersayap, sehingga mereka
meminta kebijaksanaan si malaikat tentang masalah bayi tersebut.
Sang malaikat yang ternyata adalah roh pemain
sandiwara rakyat yang meninggal saat mementaskan drama dan berperan sebagai
malaikat meminta kepada roh suami dan istri untuk mengulangi awal peristiwa
terbunuhnya mereka. Akhirnya roh suami istri itu melaksanakan dan melakukan
pengulangan peristiwa terbunuhnya mereka.
Dibagian pengulangan tersebut yang seharusnya
mereka mati oleh para karateka terhambat dikarenakan para tukang sampah yang
marah kepada para karateka. Mereka mengira hal itu adalah kejadian nyata. Maka
tak dapat dinyana pengulangan adegan pembunuhan pun tidak terlaksana karena
para karateka lari ketakutan saat ditantang berkelahi oleh para tukang sampah
kotamadya tersebut.
Akhirnya roh malaikat menyuruh roh si kacamata
untuk memanggil ruh para ulama dari berbagai macam agama yang ada di dunia. Dan
muncullah 4 roh ulama perwakilan dari 5 agama yang diakui di Indonesia yaitu
Islam, Kristen/Katholik, Hindu dan Budha. Mereka meminta nasehat kepada para
ulama agama dan hal itu diwakili oleh roh ulama agama Islam. Ternyata rohul
Islam pun menceritakan tentang kehidupan mereka sewaktu masih hidup. Pada
akhirnya keputusan tentang bayi tersebut diserahkan kepada orang tuanya. Maka
keputusan pun diambil, mereka menyerahkan bayi mereka kepada tukang sampah III
yang berkehidupan lebih baik daripada kedua kawan-kawannya. Tukang sampah III
pun menyetujuinya. Para roh itupun pamit pergi kepada para tukang sampah
kotamadya. Masalah pembunuhan inipun dilaporkan kepada polisi. Drama ini
berakhir dengan bayi yang akhirnya diasuh oleh tukang sampah III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar